Breaking News
- Tulang yang Kuat, Hidup yang Sehat: Mengungkap Rahasia Kesehatan Tulang yang Opt
- Mengatasi Osteoporosis: Strategi dan Solusi untuk Meningkatkan Kesehatan Tulang
- Tulang yang Sehat, Masa Depan yang Cerah: Mengenal Faktor Risiko dan Cara Mencegah Penyakit Tulang
- Lansia Sehat, Hidup Bahagia: Mengungkap Rahasia Kesehatan Lansia yang Optimal
- Mengatasi Tantangan Kesehatan Lansia: Solusi dan Inovasi untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia
- Menghadapi Masa Emas dengan Sehat: Tips dan Strategi untuk Meningkatkan Kesehatan Lansia
- Air yang Teracuni: Mengungkap Sumber dan Dampak Polusi Air di Indonesia
- Krisis Air: Bagaimana Polusi Air Mengancam Kehidupan di Bumi
- Menghadapi Bahaya yang Tidak Terlihat: Dampak Polusi Air pada Kesehatan Manusia
- Mengungkap Taktik Rahasia Gresini Racing dan Federal Oil untuk MotoGP 2025
Alarm Kejahatan: Indonesia Masuk 10 Besar Kasus Kekerasan Seksual Anak secara Online
Alarm Kejahatan: Indonesia Masuk 10 Besar Kasus Kekerasan Seksual Anak secara Online

Keterangan Gambar : Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti. (smkn1tamora.sch.id/Hendro Situmorang)
Jakarta, smkn1tamora.sch.id - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyoroti posisi Indonesia yang berada dalam 10 besar dunia untuk kasus anak-anak menjadi korban kejahatan atau kekerasan seksual secara daring. Menanggapi kondisi ini, FSGI mendukung penuh rencana pemerintah untuk membatasi akses media sosial bagi anak-anak guna melindungi mereka dari ancaman dunia maya.
Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti menjelaskan, kekerasan seksual saat ini tidak lagi memerlukan pertemuan langsung antara pelaku dan korban. Kekerasan dapat terjadi melalui platform daring atau media sosial.
"Contohnya adalah anak diminta melakukan masturbasi melalui siaran langsung tanpa menyadari bahaya dari tindakan tersebut. Kekerasan seperti ini semakin marak di dunia maya, sehingga pembatasan media sosial bagi anak-anak sangat diperlukan," ujar Retno kepada smkn1tamora.sch.id di Jakarta, Sabtu (18/1/2025).
BACA JUGA
8 Cara Mudah Mengatasi Anak yang Kecanduan Medsos
Retno menambahkan, negara-negara, seperti Australia dan Tiongkok telah lebih dahulu menerapkan pembatasan media sosial untuk anak-anak. Indonesia kini tengah menggodok kebijakan serupa, yang dinilai sebagai langkah penting untuk melindungi anak-anak di dunia digital.
Ia menekankan, pengawasan orang tua terhadap anak-anak mereka di media sosial sering kali kurang memadai, terutama karena tidak semua orang tua melek digital. Banyak anak memiliki akun Instagram atau TikTok yang sulit diawasi oleh orang tua.
Menurut Retno, sebagian besar kasus anak jadi korban kekerasan seksual daring bermula dari media sosial. Anak-anak yang sedang merasa galau kerap menumpahkan curahan hati mereka di platform ini, yang kemudian dimanfaatkan oleh predator.
"Predator biasanya menyisir anak-anak yang galau, mendekati mereka melalui pesan langsung (DM), dan membangun hubungan manipulatif. Mereka berpura-pura peduli, menanyakan kabar, atau menawarkan perhatian lebih seperti memastikan apakah korban sudah makan atau mengerjakan PR," jelasnya.
Setelah hubungan terjalin, dalam hitungan bulan korban dan pelaku sering kali berpacaran secara daring. Pelaku mulai meminta pertukaran foto atau video tidak senonoh, dengan memanfaatkan kepercayaan korban.
"Anak-anak sering kali berpikir pelaku adalah pasangan yang baik, padahal hubungan ini penuh manipulasi. Bahkan ada pelaku yang menyembunyikan usia sebenarnya untuk mendekati korban," tambah Retno.
Retno menjelaskan, setelah mendapatkan foto atau video korban, pelaku kerap melakukan pemerasan atau menjual materi tersebut. Ancaman seperti ini membuat korban menjadi objek eksploitasi seksual di dunia maya.
BACA JUGA
Jadi Atensi Prabowo, Menkomdigi Akan Keluarkan Aturan Batas Usia Akses Medsos
Dengan banyaknya kasus seperti ini, Retno menyatakan bahwa pembatasan media sosial bagi anak-anak adalah langkah perlindungan yang sangat wajar. Langkah ini diharapkan tidak hanya dapat mengurangi jumlah kasus tetapi juga mencegah terjadinya kekerasan seksual daring pada anak-anak lainnya di masa depan.
"Ini adalah bentuk perlindungan nyata bagi anak-anak atau pelajar Indonesia, yang sangat penting untuk segera diterapkan," tutupnya dalam menanggapi anak yang menjadi korban kekerasan seksual secara daring.
Federasi Serikat Guru IndonesiaFSGIAnak Korban Kekerasan SeksualMedia SosialPembatasan Medsos Anak