Breaking News
- Tulang yang Kuat, Hidup yang Sehat: Mengungkap Rahasia Kesehatan Tulang yang Opt
- Mengatasi Osteoporosis: Strategi dan Solusi untuk Meningkatkan Kesehatan Tulang
- Tulang yang Sehat, Masa Depan yang Cerah: Mengenal Faktor Risiko dan Cara Mencegah Penyakit Tulang
- Lansia Sehat, Hidup Bahagia: Mengungkap Rahasia Kesehatan Lansia yang Optimal
- Mengatasi Tantangan Kesehatan Lansia: Solusi dan Inovasi untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia
- Menghadapi Masa Emas dengan Sehat: Tips dan Strategi untuk Meningkatkan Kesehatan Lansia
- Air yang Teracuni: Mengungkap Sumber dan Dampak Polusi Air di Indonesia
- Krisis Air: Bagaimana Polusi Air Mengancam Kehidupan di Bumi
- Menghadapi Bahaya yang Tidak Terlihat: Dampak Polusi Air pada Kesehatan Manusia
- Mengungkap Taktik Rahasia Gresini Racing dan Federal Oil untuk MotoGP 2025
Rising Yields: Respon DEN terhadap Obligasi Negara di Bawah Inflasi
Rising Yields: Respon DEN terhadap Obligasi Negara di Bawah Inflasi

Keterangan Gambar : ObligasiInflasiObligasi Naik Saat Inflasi RendahDewan Ekonomi NasionalUS ASEAN Business Council
Jakarta, smkn1tamora.sch.id - Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Heriyanto Irawan mengungkapkan alasan naiknya yield atau imbal hasil surat utang negara (obligasi), meskipun di tengah inflasi rendah.
Menurut Heri, kenaikan yield tersebut dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran (demand and supply) yang bergantung pada US Treasury, yakni obligasi pemerintah yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan Amerika Serikat.
BACA JUGA
Kemenko Perkonomian Sebut Inflasi Tetap Terkendali Sepanjang 2024
Hal ini disampaikan Heri saat menjadi pembicara dalam diskusi panel US ASEAN Business Council (USABC) dan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) di Jakarta, Selasa (21/1/2025).
"Yield itu naik karena, mohon maaf, ini just a bit basic ya, driven by demand and supply saja," jelas Heri.
Heri menjelaskan, permintaan akan berkurang jika pasar modal dipengaruhi kebijakan tarif Presiden Donald Trump yang dapat meningkatkan inflasi. Sebaliknya, suplai akan turun apabila Presiden Trump menerapkan kebijakan penurunan pajak.
Kebijakan ini, menurut Heri, dapat meningkatkan devisa sehingga suplai dari penerbitan surat utang negara bertambah hingga obligasi naik saat inflasi rendah.
"Sebaliknya, kita bisa memahami, andai kata demand-nya turun dan supply-nya naik, maka harga atau yield-nya tidak naik karena harganya turun," terang Heri.
Lebih lanjut, Heri menyebut alasan surat utang negara AS menjadi acuan utama aset finansial Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa aset finansial AS adalah yang terbesar di dunia.
"Kenapa surat utang negara Amerika itu kita samakan seperti pusat perputaran bumi untuk aset finansial? Karena nilai aset ini mencapai US$ 38 triliun, terbesar di dunia," jelas Heri.
Sementara itu, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso, turut menyampaikan pandangannya terkait kepercayaan investor terhadap pemerintahan Presiden Prabowo di Indonesia. Menurut Susi, tingkat kepercayaan investor memiliki hubungan erat dengan obligasi negara atau sovereign bond, terutama saat inflasi rendah.
Namun, Susi menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya menjaga kepercayaan investor dengan mengantisipasi perubahan administrasi pemerintahan di Amerika Serikat.
"Yang paling penting, kita harus mengantisipasi perubahan pemerintahan baru di AS. Ini menjadi tantangan terkait potensi outflow," ujar Susi dalam kesempatan yang sama.
Susi menambahkan bahwa pemerintah Indonesia terus memantau kebijakan suku bunga dari bank sentral serta kebijakan fiskal untuk mendukung sektor riil.
"Untuk kebutuhan pembiayaan ke depan, saya kira, dengan kebijakan Bank Indonesia terkait tingkat suku bunga yang cukup kompetitif, itu sudah mendukung," katanya.
Susi juga menegaskan bahwa pemerintah akan terus mendorong pembiayaan kondusif di sektor riil guna mengantisipasi potensi outflow akibat kebijakan moneter AS.
BACA JUGA
Inflasi Terkendali dan Sektor Manufaktur Menguat, Menko Perekonomian: Cerminkan Ketahanan Ekonomi Indonesia
"Ke depan, kita akan mengandalkan pembiayaan kompetitif di tengah potensi outflow dari kebijakan moneter baru pemerintahan AS," pungkas Susi.
Diketahui, penjelasan terkait obligasi naik saat inflasi rendah dipaparkan dalam US ASEAN Business Council (USABC) dan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) meluncurkan laporan kebijakan bertajuk Menavigasi Kesempatan: Membangun Kebijakan Ekonomi yang Dinamis di Indonesia.
ObligasiInflasiObligasi Naik Saat Inflasi RendahDewan Ekonomi NasionalUS ASEAN Business Council